“From Up on Poppy Hill”: Sesederhana Umi Matsuzaki dan Shun Kazama
Curcol dulu
Di tengah-tengah gempuran ngejar skripsian, pasti butuh banget yang namanya hiburan. Ya ga mungkin juga 24 jam cuma buat skripsian terus kan?
Pas banget, aku lagi buka-buka file film dan nemu satu folder yang namanya “Ghibli”. Waktu KKN kemarin aku emang sempet minta beberapa anime Ghibli dari temenku.
Nah, karena belum sempet dilihat, akhirnya aku memutuskan untuk nonton satu-satu anime itu.
Belum semuanya aku tonton sih, cuma ya emang anime buatan Studio Ghibli ini ga usah diragukan lagi deh bagusnya kayak gimana.
Cuci mata jadi ga perlu jauh-jauh, karena visualisasi animenya yang bagus banget, warnanya cerah, dan sering menggambarkan pemandangan-pemandangan indah, banyak hijau-hijaunya, terasa sejuk gitu.
Jalan ceritanya juga sederhana. Jadi ga tambah mumet walaupun dibarengi ngerjain skripsian.
Jujur, aku orang yang awam banget sama anime kayak gini. Kadang nonton kalo ada temen yang ngerekomendasiin. Jadi, review kali ini aku tulis berdasarkan kacamata pemula dan penikmat anime biasa yah.
Siapa tau kamu yang belum nonton jadi tertarik buat nonton, hehehe.
Sinopsis
“From Up on Poppy Hill” atau judul aslinya “Coquelicot-zaka kara” merupakan anime jebolan Studio Ghibli yang mengambil latar waktu Jepang pada tahun 1960-an.
Ceritanya mengenai kisah cinta romantis antara Umi Matsuzaki dengan temannya satu SMA di Yokohama yang bernama Shun Kazama.
Umi Matsuzaki merupakan gadis sederhana yang bisa jadi mantu idaman calon ibu mertua di luar sana. Sebab, ia digambarkan sebagai gadis yang rajin, bukan hanya untuk urusan rumah tangga tapi juga sangat mengutamakan pendidikannya.
Bangun pagi dan menyiapkan makanan untuk anggota keluarga merupakan rutinitasnya sehari-hari.
Satu hal lagi yang ga boleh dilupakan oleh Umi adalah mengibarkan signal flag sebagai kegiatan mengingat mendiang ayahnya yang sudah tiada akibat gugur pada saat perang Korea.
Umi Matsuzaki tinggal bersama keluarganya pada sebuah rumah di atas bukit yang menghadap ke laut. Rumah itu diberi nama Coquelicot Manor.
Umi dan adiknya bersekolah di SMA Isogo. Di sanalah cerita cinta lucu nan sederhana dimulai.
Pada sebuah peristiwa, Umi bertemu dengan Shun Kazama, siswa laki-laki yang aktif dalam ekskul redaksi koran di SMA Isogo.
Pertemuan pertama Umi dan Shun. |
Pertemuan pertama mereka sepertinya belum meninggalkan kesan yang baik di hati Umi. Hingga pada akhirnya Umi diminta untuk membantu ekskul redaksi koran.
“Witing tresna jalaran saka kulina”, sering bertemu dengan Shun Kazama membuat benih-benih cinta muncul di antara keduanya (aseekkk).
Perlahan namun pasti, hubungan Umi dan Shun mulai berkembang dan menjadi semakin dekat.
Di tengah-tengah romansa Umi dan Shun, ada satu masalah yang harus mereka hadapi di sekolah, hal ini berkaitan dengan gedung ekskul yang ingin dirobohkan dan diganti dengan gedung yang lebih modern oleh pihak sekolah.
Seluruh siswa menjadi gusar mendengar kabar tersebut. Memang gedung ekskul sudah tua, tapi menyimpan banyak sekali kenangan dan perjuangan oleh para pendahulu mereka.
Demi mempertahankan gedung ekskul, Umi memiliki ide untuk mengajak semua siswa membersihkan dan memperbarui tampilan gedung ekskul agar terlihat lebih bagus dan rapi.
Hal itu dilakukan dengan harapan supaya gedung ekskul bisa tetap dipertahankan oleh pihak sekolah.
Kisah cinta tak selamanya berjalan mulus. Di tengah perjuangan mempertahankan gedung ekskul, hubungan antara Umi dan Shun menemui batu penghambat.
Hal tersebut berkaitan dengan kisah masa lalu dari ayah Umi dan Shun yang ternyata memiliki hubungan erat.
Kira-kira Umi dan Shun bakalan sad atau happy ending ya?
Umi dan Shun berjalan kaki sepulang sekolah. |
Review dari Ica
“From Up on Poppy Hill” adalah anime kelima dari Studio Ghibli yang aku tonton. Jujurrrr, semuanya bikin aku terkesima dan speechless, suka banget sama visualisasinya (mo nangesss).
Gimana keindahan rumah-rumah dari atas bukit yang menghadap ke laut memberikan pemandangan yang menyegarkan mata.
Rumah tinggal Umi dan keluarga. |
Selain itu, karena mengangkat latar waktu di tahun 1960-an, soundtrack yang digunakan juga bikin kamu bakalan bernostalgia sama lagu-lagu lawas dari Jepang. Semuanya sopan banget masuk ke telinga.
Anime movie ini menyajikan jalan cerita yang lebih realistis dibanding anime movie buatan Studio Ghibli yang lain, karena kisah yang diangkat tanpa cerita-cerita imajinatif di mana biasanya tokoh utama akan memiliki kekuatan ajaib.
Meskipun terkesan menceritakan kisah cinta ala anak SMA yang sederhana, tapi ketulusan antara Umi dan Shun bisa disampaikan dengan baik.
Pendekatan yang dilakukan oleh Shun juga ga buru-buru, upayanya sangat gentle untuk mendapatkan hati seorang wanita.
Apalagi pas adegan di mana Shun dengan senang hati mengantar Umi berbelanja ke pasar yang berada di bawah bukit. (AAAAAAAA pengin teriak asli)
Tanpa perlu adegan yang ribet dan susah payah, berboncengan di atas sepeda milik Shun sudah menunjukkan betapa manis dan lucunya situasi pada adegan tersebut.
Tak melulu cuma menggambarkan romantisme Umi dan Shun, anime movie ini juga memberikan sebuah kisah mengenai bagaimana semangat anak muda dalam upayanya mempertahankan budaya dan sejarah.
Hal itu dapat digambarkan dengan jelas melalui aksi heroik para siswa untuk mempertahankan gedung ekskul.
Siswa bergotong royong dalam mempertahankan gedung ekskul. |
Meskipun sudah tua dengan isinya yang berantakan dan kotor, mereka tidak rela jika gedung tersebut dirobohkan begitu saja.
Ada nilai-nilai budaya serta menghargai jasa para pendahulu mereka yang ditanamkan oleh siswa-siwa tersebut, sehingga gedung ekskul harus tetap bisa dipertahankan bagaimanapun caranya.
Kesimpulan
Kamu lagi stres, banyak pikiran, capek hati maupun fisik? Cobain deh buat nonton anime movie ini.
Alur ceritanya ga neko-neko, ga bakalan bikin kamu tambah pusing buat mikir teori atau konflik yang bakal terjadi.
Pemandangan kota di pinggir laut lumayan untuk refresh pikiran sejenak dari rutinitas duniawi.
Selamat menonton gengs!!
Komentar
Posting Komentar